Minggu, 22 Juli 2012

Orang Arab: Bagian III


Aku tidak habis pikir, mengapa pula harus menceritakan orang arab. Maksudku orang-orang yang tinggal di arab. Makah dan Madinah pada kususnya. Mereka masarakat yang beranekaragam. Dengan segala keanehan dan kerumitannya. Keberagaman masarakat di dua kota besar itu bagai cermin bagi komunitas islam yang sangat besar. Seperti miniatur masarakat  islam yang unik.
Bukankah kalian semua juga tahu, hanya orang muslim yang diijinkan masuk ke tanah harom di sekitar mekah, dengan batas yang teramat jelas, berikut rambu-rambu danpemeriksaan yang cukup ketat. Jadi –mohon maaf- jikalau anda bukan muslim akan sangat sulit rasanya bisa memasuki kota yang lur biasa tersebut. Sudah terlalu banyak, cerita-cerita dari masarakat di sana tentang orang-orang yang berkeinginan melanggar batas tanah harom. Entah karena ia bukan seorang muslim, entah karena ingin berbuat yang tidak baik. Mulai dikejar-kejar anjing liar, atau diganggu dengan hal-hal lain. Jadi maafkan, memang Al Qur’an mengamanahkan seperti itu. Mohon dimaklumi.
Mekah dan madinah dengan segala fenomenanya. Beberapa hal memang aku sepakati, beberapa hal lain masih agak susah diterima. Setidak-tidaknya untuk orang awam sepertiku. Setidak-tidaknya untuk orang asing, yang baru sekali ini menapaki tanah harom.
Dan akhirnya kembali lagi pada cerita berikutnya, bahwa orang arab itu;
17. Orang arab sangat mengutamakan perempuan. 

Urusan ini sebenarnya pernah aku dengar sebelumnya saat masih kuliah. Saat tinggal di asrama. Suatu malam, kira-kira malam ke dua atau ke tiga di Mekkah, aku –dengan terpaksa- mengikuti ust. Andi menemani bapak Ishak menukar rupiah ke real. Permitaan orang tua tidak baik ditolak. Sangat sulit menemukan tempat penukaran uang, alias money changer di sekitar masjidil harom. Selepas –hampir- semua hotel disekitar haneen diruntuhkan, ruko-ruko, termasuk money chenger pun ikut gulung tikar. Sebenarnya ada satu money changer di lantai satu tower bin dawood. Namun, selalu tutup. Belakangan diketahui, bahwa pemerintah arab saudi menutup banyak money changer nakal yang memanfaatkan kesulitan peziarah. Jadilah mereka gulung tikar. Dari sedikit money changer yang masih buka, antara lain di dekat pasar misfala, sekitar 20 menit berjalan kaki dari penginapan kami. Money changer itu berada di area rame, kawasan pasar. Kawasan misfala memang semakin rame saja, terutama setelah pasar seng dibongkar. Money changer itu terletak di ruko kecil disamping toko wewangian, termasuk kemenyan khas arab –oh ya, orang arab juga punya kebiasaan membakar wewangian semacam menyan lho- . Diantara ruko-ruko penjual pakaian, pernak-pernik dan lain sebagainya. Ruwet!!
Kembali ke urusan perempuan, eh money changer. Kami sampai di sana saat rame, antrian panjang, sampai mengular ke jalan. Orang-orang dari berbgai negara berdesakan ingin menukar uang mereka dengan real. Selain petugas kasir, ada petugas lain di luar yang memastikan antrian berjalan dengan baik. Hingga tiba-tiba seorang perempuan mengantri dibelakangku. Tanpa babibu petugas pengatur tadi langsung memanggil perempuan tersebut agar langsung ke barisan paling depan. Sebentar kemudian bereslah urusannya. Dan tak ada satupun di antara antrian yang protes. Sudah menjadi maklum, di arab perempuan lebih diutamakan untuk banyak urusan. Entah karena mengikuti hadist nabi tentang pengutamaan perempuan, entah mereka risih dengan perempuan di dekat mereka, atau juga untuk menghindari hal-hal yang tak dinginkan. Yang pasti dalam beberapa urusan perempuan lebih diutamakan. Termasuk dalam urusan mengantri.
Konon saat orang arab bertengkar dalam suatu urusan, dan menemui jalan buntu. Biasanya mereka memanggil perempuan yang dituakan diantara keluarga mereka. Apapun yang diputuskan oleh perempuan yang dituakan tadi akan diikuti oleh semua pihak yang bersengketa. Untuk urusan ini aku tidak tahu kebenaranya pasti. Aku hanya mendengar dari ust. Andi. Namun apapun yang terjadi, setidaknya peran atau perlakuan terhadap perempuan di arab mengalami kemajuan yang pesat jika dibandingkan dengan masa sebelum Rosululloh datang. Masih ingat bukan, kisah saat Umar Ibn Khattab mengubur hidup-hidup anak perempuannya?
18. Perempuan di arab dilarang menyetir kendaraan. Memang urusan ini terdengar agak bertentangan dengan point yang sebelumnya. Isu perempuan menyetir juga sudah menjadi persoalan yang meluas di negara-negara arab kususnya. Umumnya di dunia, berkaitan dengan persoalan hak-hak atas perempuan. Tentang hak-hak feminisme.
Dalam hal ini, aku ingin berprasangka baik saja. Masarakat di arab dalam banyak sisi memang mengurangi banyak peran perempuan dalam urusan publik. Saat  bepergian perempuan –di- arab juga harus ditemani oleh muhrim pria. (kalau yang ini sudah pernah saya jelaskan di tulisan sebelumnya, dan itu bagian dari kebiasaan di sana). Termasuk dalam urusan larangan menyetir.

Betapapun tanah harom adalah tanah yang dijamin keamanannya. Akan tetapi bila melihat jalanan di arab pada umunya, aku lebih sependapat dengan pendapat bahwa memang perempuan di sana –menurut saya juga- tidak disarankan bepergian sendirian,atau menyetir sendiri. Kalau di indonesia kan beda, sampai ada lagunya.
“kiri kanan kulihat saja, banyak pohon cemara” dan seterusnya.
Hla di sana...
“kiri kanan kulihat saja, hanya pasir dan gunung batu saja”
Sangat kontras. Tak ada warung, rumah-rumah penduduk disepanjang jalan seperti di indonesia. Pom bensin hanya ada di rest area,yang jarak antara rest area satu dan yang lain mencapai puluhan kilo meter. Bandingkan dengan di indonesia. Tiap seuluh kilo ada satu. Selama perjalanan dari mekah ke madinah sepanjang hampir 400 km, hanya ada 4 atau 5 rest area saja, selebihnya ya padang pasir, gunung batu dan kerikil. Berarti tiap seratusan kilo meter, seperti jarak jogja-purworejo. Bayangkan kalo tiba-tiba mobil mogok. Perempuan, sendirian, di padang pasir. Mau minta tolong sama siapa?
Jadi mohon dipahami saja urusan ini, sebagai tindakan pencegahan terhadap hal-hal yang tak diinginkan.

19. Orang arab suka berdebat. Dulu, waktu kuliah, sedikit banyak aku kenal dengan orang-orang arab –keturunan- yang  di jogja. Termasuk yang empunya asrama. Aku sempat tinggal satu atap dengan mereka untuk bebepa hari saat menjadi relawan –gadungan- gempa jogja dan klaten. Tentu saja kebersamaan itu memberikanku banyak informasi. Saat mereka berbincang, bisa memakan waktu ayng amat lama. Macam anak-anak filsafat yang mbulet ngobrolin semua hal. Bisa dari pagi ketemu pagi lagi. Berikut lengkap dengan bumbu gontok-gontokannya. Ya ngototnya, ya rasa ndak mau ngalahnya. Komplet jadi satu. Yang tak terlupakan adalah saad Al katiri, kuceritakan nanti.  Belakangan saat saya konfirmasi,mereka lebih senang disebut hadromi, keturunan yaman (Kalau salah mohon dikoreksi, trims sebelumnya). Sedikit banyak aku mulai tau penyebabnya, kuceritakan di tulisan yang berbeda nanti juga. Mereka umumnya senang berbincang. Atau bagi saya masarakat jawa yang relatif lemah lembut –GR.com-, jika dibandingkan dengan watak keras orang arab. kebiasaan berbincang mereka lebih mirip perdebatan. Perdebatan mereka pun akhirnya lebih mirip pertengkaran.
Setidaknya aku menjumpai beberapa pertengkaran selama disana. Pertama adalah perdebatan di hotel, aku tak tahu persoalannya apa. Sepertinya berkatian dengan pembayaran logistik hotel dan lain sebagainya. Kedua adalah perdebatan saat subuh di depan ka,bah. Seorang jamaah memaksa memaksa mencium hajar aswad, sedangkan sebentar lagi iqomat. Padahal shaf sudah penuh. Oh ya, kami juga berbut, berdesakan demi mendapatkan shaf terdepan saat sholat. Inginnya sedekat mungkin dengan Ka’bah. Setelah komat, berarti semua aktifitas terhenti. Berarti tak boleh seorangpun mengganggu. Kecuali sholat. Pertengkaran semakin rame, jamaah dan askar, sudah saling memiting. Saling mencengkeram krah baju. Si askar merasa frustasi setelah jamaah tersebut menolak diingatkan. Ditambah lagi para jamaah –yang menurut saya- sangat tidak sopan menembakan lampu blitz ke arah ka’bah dari jarak yang amat dekat. Jadilah perdebatan itu semakin seru. Hampir saja terjadi perkelahian pagi itu. Setelah beberapa askar ikut turun tangan, jamaah itu akhirnya pergi, dengan masih ngomel sendiri. Dan masih ada beberapa pertengkaran lainnya.
20. Orang - di- arab  suka tidur pagi. 

Jikalau engkau juga ada di sana. Mungkin juga akan melakukan hal yang sama. Udara bulan-bulan terasa lebih panas di arab maklum, puncak musim panas, bahkan di pagi hari sekalipun. Kenyamanan di dalam rumah yang dingin ber- AC, akan membuat banyak orang memilih tinggal di rumah dari pada bepergian. Apalagi di bulan romadlon yang panas seperti ini. Terakhir temperatur di sana antara 39 s.d 43 derajat celcius. Di samping panas, waktu berpuasa juga relatif lebih lama. Subuh berkumandang pukul 04.00 pagi hari sedangkan adzan maghrib baru berkumandang sekitar pukul 07.30 malam. Konon, orang-orang yang bandel memilih tidur di rumah seharian, dan baru bangun sekitar waktu asar. Jam empat sorelah kira-kira.  Trus kerjanya kapan? Orang arab lebih banyak melakukan aktivitas di malam hari, selepas isya menunggu udara relatif lebih dingin. Meski tetap saja, malam pun berasa di depan api unggun. Akhirnya, menurut pendapat banyak orang, orang arab relatif gampang penyakitan di masa tua, tentu saja penyakit dikarenakan banyak makan dan banyak tidur, serta penyakit karena selalu berada di ruang dingin ber-AC.  
21.  Orang arab lebih tau puncak dari pada bali. Konon kata orang-orang bule, mereka lebih tau bali dari pada indonesia sendiri. Mereka sering bertanya, bali itu mananya indonesia sih? Dan lain sebagainya. Lain hal dengan orang-orang di arab. Kalo ini sumbernya dari ust. Andi lho. Orang-orang di arab mengenal indonesia ya karena di indonesia ada Puncak. Katanya puncak itu kaya sorga. (Umumnya, orang-orang di arab mengagumi indonesia, selain ceweknya yang cakep-cakep ya kesuburan tanah indonesia). Bagi orang arab, boleh jadi Indonesia adalah representasi sorga bagi pikiran mereka, dianugerahi kesuburan, tanah yang hijau beserta tumbuhan dan buah-buahan yang beraneka ragam. Sungai-sungai yang mengalir di mana-mana. Serta hujan yang –relatif- turun sepanjang tahun. Coba bandingkan dengan di arab?
Yang masih perlu di konfirmasi lagi adalah masalah Vila di puncak. Konon mereka –orang-orang arab yang nakal, yang suka “jajan”- menikmati betul jamuan villa indonesia. Ya makanannya, ya jamuan spesial yang lain. Akhirnya, akal-akalan nikah sirri dan lain sebagainya. Kalau yang ini hanya aku tau dari tivi, selebihnya cerita dari ustadz Andi.

Dulu pernah saya punya seorang ustadz yang keturunan timur tengah, saat perjalanan dari jogja ke solo. Sang ustadz memilih melepas jas hujan dari pada memakainya. Ia ingin menikmati hujan. Malah berkelakar, doi yan gorang mesir ini bilang. Kalo di mesir banyak petir kaya di indonesia, mungkin dulu fir’aun takut sama petir dan urung mengaku menjadi tuhan.



  

2 komentar:

  1. Nice story..ada sambungannya lagi ndak mas? hehehe

    BalasHapus
  2. masih mbanyak.... storyku sendiri belum diceritain... wug mbuh arep berapa episode...

    BalasHapus