Rabu, 28 Desember 2011

Lilis....

Hari masih pagi, kosanku masih sepi. kabut masih menyelimuti jogja. matahari pun masih enggan melenggang merah seperti biasa. Aku masih ngantuk seperti biasa,masih bergumul dengan bantal  bau. semestinya sudah harus dijemur.
..malas..
Ah nanti saja.. nunggu agak panasan... nyari pembenaran.

HP bulukku berdering ringan. Sebuah pesan singkat masuk.

"Mas.. mba lilis di rumah sakit.. "
"Di sarjito.., sakit lagi.."
"katanya mau dioperasi"

"hemm.. lilis sakit lagi..." gumamku lirih.
"Kenapa lagi si Lilis. sakit apa lagi dia." Aku merem lagi, ngantukku ilang begitu saja.

Aku masih enggan beranjak dari tempat tidur. berat sekali rasanya melangkah. Bukankah ini hari minggu? mestinya aku tidak kemana-mana. beres-bres kosan, nyuci baju dan nonton kartun seharian atau apalah.

Namun..,

anak-anak itu selalu lebih penting bagiku.

aku pergi ke sarjito pagi itu juga...

Setelah muter-muter rumah sakit. tanya sana-sini, akhirnya sampe ke resepsionis.

"Pasien Lilis di kamar berapa ya mba?" tanyaku ke resepsionis.

"kamar Melati Nomer 5"  enggan ia menjawab, sudah seharusnya ia gantian sif. sepertinya sang pengganti belum datang, mungkin lagi sibuk di rumah. jogja juga tidak mungkin macet hari minggu.

"E.. mas naryo.." Lilis menyapaku lirih. wajahnya pucat. tapi senyum sepuluh sentinya hangat menyapa.  ada gurat bahagia di wajahnya. sejak masuk rumah sakit  kemarin sore, ia sendirian. semestinya memang dia tidak bermalam jauh-jauh di sarjito. ada rumah sakit yg bagus di dekat PAY. biayanya juga lebih murah, setidak-tidaknya ada anak-anak bisa menemaninya bergantian. sarjito jauh dari PAY. tapi bukan lilis nyamanya kalau tidak ribet seperti ini. Bukan Lilis, kalau tidak "berulah".

"sakit apa kamu lis?" tanyaku pelan.

"Perutku sakit mas..." jawabnya lirih.

Ini sudah "Kesebelas" kalinya LIlis berulah begini. Menolak makan yang baik. Lebih memilih tidur di lantai ubin yang dingin dari pada kasur empuk yang sudah disediakan. Bertingkah aneh-aneh. Merepotkan banyak orang.

Usus halusnya memang sudah bermasalah sejak lama. Entah sudah berapa kali perutnya di bedah. Entah sudah berapa panjang usus yg di potong untuk menyelamatkan sisa hidupnya. Aku berharap, kali ini Lilis tidak menyerah.

Siang hari di PAY...

"Biarin saja mas.."
"Memang anaknya yg susah diatur.." Aku ikut kena semprot Bu nani.
"kalau sakit begini kan semuanya repot..." Bu nani terlihat tambah kesal.
"Lagian.. kenapa, jauh-jauh di sana.." yang diomeli malah nyengir. Ibu harus didengarkan. Jangan didebat.

...BAHAYA...

Bu Nani seperti ibuku sendiri. seperti ibu untuk anak-anak. marahnya adalah rasa sayang. Ia mengasihi kami.. -yang bukan darah dagingnya- melebihi anak-anaknya sendiri. Usia Bu Nani sudah tidak muda lagi. tapi semangatnya tidak pernah menua. Tak sedikitpun nafasnya mengendor untuk mendidik anak-anak.

Dari cerita yg kudengar. sejak kecil Lilis tidak mengenal Orang tua kandungnya. Aku tidak mengerti mengapa bisa sampai di PAY. Anak-anak PAY memang istimewa. namun, lilis lebih istimewa.  Selalu ingin menonjol dari yang lain. selalu meminta perhatian lebih.

Waktu berlalu... bebrapa bulan kemudian, lilis pamitan dari PAY. katanya ingin mandiri. Tak bisa dicegah. aku tidak bisa berbuat banyak.

Lama aku tidak mendengar kabarnya...
Hingga di satu pagi yg dingin, kosanku masih sepi. kabut masih menyelimuti jogja. matahari pun masih enggan melenggang merah seperti biasa. Aku masih ngantuk seperti biasa,masih bergumul dengan bantal  bau. semestinya sudah harus dijemur.

..malas..

Ah nanti saja.. nunggu agak panasan... nyari pembenaran.

HP bulukku berdering ringan. Sebuah pesan singkat masuk.

"Mas.. Lilis meniggal dunia.."

"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun" gumamku  lirih.

"Secepat ini kamu pergi nduk..."

Siang harinya...

Kulihat Lilis sudah terbujur kaku. disemayamkan di atas meja. Disebuah rumah kecil di perempatan yang ramai dekat Godean. tidak banyak yang melayat, dan tidak ada satupun yang aku kenal. aku hanya bisa mendoakan dari balik kain batik yang menutupi seluruh tubuhnya. aku membayangkan wajah penuh senyum seperti di sarjito tempo hari. Wajah pucat yg kini tertidur di depanku.

bahkan hingga akhir pun aku tidak bisa melihat wajahnya.

Doaku...

Semoga Alloh SWT yg maha lembut, senantasa menyayangimu. Maafkan kami yg tidak bisa menyayangi seperti yang engkau inginkan. Maafkan kami yang tidak bisa mengerti apa yang engkau maui. Maafkan kami yg tidak bisa memahamimu seperti yang engkau pinta.  Semoga Alloh.. yang memahami segala isi hati hamba-hambanya, senantiasa menyayangimu seperti yang engkau harapakan.

 semoga ALloh SWT menempatkanmu di tempat yang mulia, bersama kekasih-kekasih -Nya yang lain.

Kelak  pada waktunya... saat kami semua harus kembali.

aku berharap semoga bisa menemuimu kembali..

Wajah pucatmu telah hilang..
sedu sedanmu lenyap..
berganti dengan senyuman bercahaya...
Berganti dengan wajah ceria penuh bahagia..
diantara  bebungaan penuh warna...
diantara  indahnya permata di  taman surga...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar