Kamis, 22 September 2011

Sawang-sinawangan Bag.2 : Kisah Mamak


Minggu ini, benar-benar jadi pekan ke enam aku beraktivitas. seminggu akan terasa panjang sekali jika selalu beraktivitas.Pengin istirahat sekali-kali. Ndak ngapa-ngapain, nonton kartun seharian. atau main game general, atau ngabisin mbaca buku, novel atau apalah, yg baru sempat kebeli, tapi belum sempat dibaca. sesuai janji, 4 sampai 5 buku sebulan. (Amin...)

Libur mestinya nyantai saja bro. Nyuci2 baju seperitnya bisa jadi alternatif. Biasalah.. namanya "cah Nom" ada saja urusannya. mulai kondangan, nglembur target pekerjaan seabrek (Boz bilangnya Besok senen harus sudah selesai.. Hadouw...ww),tapping di Metro tv (kita kanpenggemar berat Mario Teguh), dll.

dan.. Minggu ini...

"kondangan lagi".

Berat sekali rasanya aku mau berangkat. sudah terbayang, betapa jauh jarak yg akan kami tempuh, di ujung kota bandung. tapi yg kulakukan belum seberapa, belumlah ada sepersepuluh dari semua kebaikan-kebaikan yg mereka berikan kepadaku selama ini.

Tapi bukan itu yg ingin aku ceritakan kepadamu kawan..

Tapi peristiwa semalam sebelum berangkat. aku sedang duduk di "lincak" -tempat duduk dari sisa-sisa kayu, kadang dari bambu bekas, yg penting bisa buat nongkrong- tempat biasa kami -sesama warga kontrakan-  ngumpul. "lincak" itu memang selalu ramai, entah sudah berapa ribu kali diperlakukan tidak senonoh, mulai disiram kopi, di kentuti -maaf- sampai rubuh gara-gara kelebihan beban.

"Om, hidup ndak usah dipikirin.." tiba-tiba mamak datang.
"Eh, mamak.. ", aku kaget, sebenarnya sih salah tingkah.

"Mamak", begitu aku memanggil, Nama sebenarnya "Mamak Nur". aku tidak tau nama lengkap mamak. perempuan setengah baya, yg membantu mencuci pakaian kotor kami. Kami memang sok sibuk, padahal ya males saja nyuci baju. yawis Nitip saja sama mamak, itung-itung bagi-bagi rejeki.

kalau lagi beruntung, kami kecipratan teh atau kopi nikmat spesialis buatan mamak. pokoke "Mak Nyos" -Pak Bondan, numpang nggih... hi hi hi..-.

"Om, Pusing nih om... " langsung saja,seperti biasa tanpa babibu.. mulai deh..
"Pusing kenapa, pan tadi mamak yg ngomongin saya?" aku enteng menjawab,males mengaggapi.

seperti biasa.kalo ditanggapi urusan bakal panjang, dan selalu saja muter-muter. topiknya itu-itu saja.. seputaran rejeki.. seputaran anak2nya, apalagi si Didu -bungsunya, Bapa Daud tidak pernah ketinggalan diabsen.

"Uri bentar lagi daftar ulang, si Didu yo begitu-begitu saja.."

"Kalo main ndak inget waktu, jam segini belum pulang.. ngelayab saja.."

aku tidak menjawab, hanya manggut-manggut, pura-pura mengerti.

"Mana belum beli buku, seragam, inilah.. itulah.." terus saja tidak berhenti mengeluh.

"sekolah jaman sekarang aneh om.. pake acara nambah AC segala. Biar adem katanya. " , Tampah bersungut wajah mamak.

 "kalo rajin mah, biar kagak pake AC juga tetep pinter,"

"ga tau tu Om... orang2 kaya pada belagu.. "

"Bakal panjang lagi ini", batinku. makin males aku menanggapi. bukan tidak menghormati, tapi kalo tiap ketemu temanya sama kan repot?


tak lama, suaminya, Bapa Daud datang..  meletakkan gelas kopi,  menyulut batang filter, melanjutkan putung yg belum habis sore tadi.

"Lha ini.. bapaknya anak-anak malah kaya ndak mau tau".



Kedatangan bapa Daud langsung disambut mamak, bak komentator bola saat pergantian pemain.


 "Si Bapa mah taunya kerja, lha anak-anak semua aku yg ngurusi.."
"Ya sekolahnya, ya makannya, ya ngajari belajarnya.. pokoke semuanya om.."
"mana Nurman makannya tambah banyak saja lagi"

Betul bukan? trek record bapa daud langsung diceritakan, macam pemain di lapangan bola saja.

"Lha punya anak dua saja ribut begini, apa lagi punya anak banyak"

"yang gede maunya macem-macem, yg kecil main terus kerjanya.. "

"Lha anak kan amanah dari Alloh mak, ko begitu.." komentarku ndak banyak membantu.

"ya mending kalo bapaknya peduli.."

Yang diomongin cuma cengar-cengir disampingku. asyik menyeruput kopi  nikmat buatan mamak.
entahlah... mamak memang selalu mempermasalahkan suaminya. tapi kopi yg dibuat selalu saja sepenuh hati. selalu saja nikmat tak terkira. perempuan memang sulit dimengerti...

"Sbenarnya saya sudah tidak tahan Om.."
"Tapi demi anak-anak ya harus dijalani" yg diomongin masih juga tidak peduli. asyik memainkan asap rokok dari kerongkongannya.

Keluarga mamak memang sederhana, sesederhana orangnya. tinggal di kontrakan petak di gang buntu yg sempit bersama dua orang anak yg istimewa. Bapa Daud -begitu kami memanggil- sedikit lebih tua dari mamak. Lelaki paruh baya. Ia seorang pekerja keras, sudah mengecap asam garam jakarta. Jualan tape, mainan, baju.. apa saja sudah dijalani. Terakhir, bliau adalah seorang karyawan di sebuah pabrik panci di kawasan jakarta bagian timur.  penghasilannya pas-pasan saja. tapi jangan tanyakan cita-citanya. ia ingin gadis semata wayangnya sekolah setinggi-tingginya. Menjadi orang sukses.  mengabaikan semua cemoohan dan omongan keluarga besarnya.

"Ngapain anak perempuan sekolah tinggi-tinggi, toh nantinya juga di dapur dapur juga". Ia pengin uri berhasil.

"Lha memang mamak nikah sama bapa daud sudah berapa lama?" aku iseng bertanya.
"20 tahun ada?" aku menambahkan lagi.

"ya sudah dua puluhan taunan om, Lebih kali.. " Mamak menjawab sekenanya,dahinya masih bekerut. sebal dengan orang disampingku.

"Lha dulu pas nikah, mamak sama bapak saling 'cinta' Kan?" tanyaku penasaran.
"ya cinta lah om, kalo ndak cinta ya ndak bakal mereka lahir" mamak menjawab ketus, malu-malu, sebal, salh tingkah. kalo lampu penerangan agak lebih terang. mungkin aku bisa melihat rona merah di wajah mamak. sayang hanya lampu bohlam 15 Watt.

Aku diam sejenak. menatap mamak dan bapa Daud, bergantian.

ada sesuatu yg tak tertahankan,

"Hua.. ha ha ha ha ha...  "
"Hua.. ha ha ha ha ha...  "

Aku tak tahan menawahan tawa, sakit memegang perut. yg ditertawakan nambah merengut. aku tidak peduli, masih saja tak tahan dengan lelucon ini.

"abisnya dulu masih ganteng om.." makin bersungut mamak menjawab.
 "Istilah anak muda sekarang Om... Cinta memang buta Om.."
"tau begini mah dulu ogah kawin sama Bapa Daud..."
"Ga tau om... dulu dijampi-jampi apa sama bapa daud?"

"Hua.. ha ha ha ha ha...  " aku tidak tahan, semakin erat saja  memegangi perutku menahan tawa.

"Ya sudah mak" aku masih terkekeh..

"Besok-besok, kalo lagi sebel sama bapa daud.. inget-inget 20 puluh taun lalu.."

"Inget-inget jaman masih ganteng.. ya ndak beh?" yg ditanya manggut-manggut, tersenyum lebar. Menyeringai bangga. seperti ada kemenangan di sana.

Dalam remang, aku sedikit melihat wajah mamak merah padam. malu, kikuk, salah tingkah.kemudian
berlalu meninggalkan meninggalkan kami berdua, menikmati kopi "Sepenuh hati" buatan mamak. rasanya selalu gurih, rasanya selalu nikmat. tidak berubah sejak pertama kali di buat, 20an tahun lalu.

"Ia mak, mungkin mamak benar.. cinta memang buta.."

2 komentar: