Aku iri pada langit dan bintang-bintang…
yang setia pada peredaran ruang dan waktu
dalam sujud penghambaan semesta
demi Dzat pemelihara jagat raya….
Aku Iri pada matahari….
yang bertasbih sepanjang hari
Untuk segenggam tanah bumi
demi bersujud pada ilahi
Aku iri pada sang rembulan
yang menerangi gulita malam
agar kelam menjadi tenteram
demi ridlo penguasa alam
Aku iri pada gunung dan lautan
yang dijunjung dan dihamparkan
saling menanggung dalam keselarasan
demi penguasa segala keseimbangan
aku iri pada pepohonan dan bebungaan
merah, kuning, hijau, ungu..
aneka warna, bentuk dan rupa
demi sujud kepada penguasa keindahan
Aku iri pada lebah dan serangga
yang menari dalam harmoni
mencari madu untuk berbagi
demi mengabdi pada yang maha merakhmati…
dan…
aku iri kepadamu…
engkau yang terjaga, saat orang lain terlena
engkau yang memberi, saat orang lain meminta
engkau yang mengayomi, saat orang lain pergi
engkau yang ridlo, saat orang lain iri dengki
Karena…
aku hanyalah hamba hina yang ingin jadi sempurna
aku hanyalah debu yang ingin jadi permata
agar…
waktuku yang sebentar menjadi berharga
agar…
Sejarah mencatat, bahwa aku pernah ada…
menjadi bagian indah dalam masa
agar…
jika hari itu tiba…
para malaikat berkata…
salam sejahtera wahai hamba Alloh yang mulia….
Wah, dengan metode repitisi variasi makna, puisi menggambarkan keirian kepada ciptaan Allah Swt yg selalu berdzikir dengan caranya masing2. Hal yg menarik adalah persamaan Allah Swt dan Mas Naryo yg menggunakan ciptaan Allah dalam penyampaian gagasan. Kalau Allah, kadang bersumpah dgn ciptaanNya (matahari, waktu, bulan, dll.) untuk menunjukkan keagunganNya. Kalau Mas, menggunakan untuk keberhambaannya.
BalasHapusDoa yang menggetarkan pada baris yg terakhir... ^_^
terima kasih boz... mohon terus dukungan dan masukannya... tulisannya bang indra juga bagus banget.. monggo saling menyemangati untuk terus produktif menulis ya..
BalasHapus