Aku tidak habis
pikir, mengapa pula harus menceritakan orang arab. Maksudku orang-orang yang
tinggal di arab. Makah dan Madinah pada kususnya. Mereka masarakat yang
beranekaragam. Dengan segala keanehan dan kerumitannya. Keberagaman masarakat
di dua kota besar itu bagai cermin bagi komunitas islam yang sangat besar. Seperti
miniatur masarakat islam yang unik.
Bukankah kalian
semua juga tahu, hanya orang muslim yang diijinkan masuk ke tanah harom di
sekitar mekah, dengan batas yang teramat jelas, berikut rambu-rambu
danpemeriksaan yang cukup ketat. Jadi –mohon maaf- jikalau anda bukan muslim
akan sangat sulit rasanya bisa memasuki kota yang lur biasa tersebut. Sudah
terlalu banyak, cerita-cerita dari masarakat di sana tentang orang-orang yang
berkeinginan melanggar batas tanah harom. Entah karena ia bukan seorang muslim,
entah karena ingin berbuat yang tidak baik. Mulai dikejar-kejar anjing liar,
atau diganggu dengan hal-hal lain. Jadi maafkan, memang Al Qur’an mengamanahkan
seperti itu. Mohon dimaklumi.
Mekah dan
madinah dengan segala fenomenanya. Beberapa hal memang aku sepakati, beberapa
hal lain masih agak susah diterima. Setidak-tidaknya untuk orang awam
sepertiku. Setidak-tidaknya untuk orang asing, yang baru sekali ini menapaki
tanah harom.
Dan akhirnya
kembali lagi pada cerita berikutnya, bahwa orang arab itu;
17. Orang arab sangat mengutamakan perempuan.
Urusan ini sebenarnya pernah aku dengar sebelumnya saat masih kuliah. Saat tinggal
di asrama. Suatu malam, kira-kira malam ke dua atau ke tiga di Mekkah, aku –dengan
terpaksa- mengikuti ust. Andi menemani bapak Ishak menukar rupiah ke real. Permitaan
orang tua tidak baik ditolak. Sangat sulit menemukan tempat penukaran uang,
alias money changer di sekitar masjidil harom. Selepas –hampir- semua hotel
disekitar haneen diruntuhkan, ruko-ruko, termasuk money chenger pun ikut gulung
tikar. Sebenarnya ada satu money changer di lantai satu tower bin dawood. Namun,
selalu tutup. Belakangan diketahui, bahwa pemerintah arab saudi menutup banyak
money changer nakal yang memanfaatkan kesulitan peziarah. Jadilah mereka gulung
tikar. Dari sedikit money changer yang masih buka, antara lain di dekat pasar misfala,
sekitar 20 menit berjalan kaki dari penginapan kami. Money changer itu berada
di area rame, kawasan pasar. Kawasan misfala memang semakin rame saja, terutama
setelah pasar seng dibongkar. Money changer itu terletak di ruko kecil disamping
toko wewangian, termasuk kemenyan khas arab –oh ya, orang arab juga punya
kebiasaan membakar wewangian semacam menyan lho- . Diantara ruko-ruko penjual
pakaian, pernak-pernik dan lain sebagainya. Ruwet!!
Kembali ke
urusan perempuan, eh money changer. Kami sampai di sana saat rame, antrian
panjang, sampai mengular ke jalan. Orang-orang dari berbgai negara berdesakan
ingin menukar uang mereka dengan real. Selain petugas kasir, ada petugas lain
di luar yang memastikan antrian berjalan dengan baik. Hingga tiba-tiba seorang
perempuan mengantri dibelakangku. Tanpa babibu petugas pengatur tadi langsung
memanggil perempuan tersebut agar langsung ke barisan paling depan. Sebentar kemudian
bereslah urusannya. Dan tak ada satupun di antara antrian yang protes. Sudah menjadi
maklum, di arab perempuan lebih diutamakan untuk banyak urusan. Entah karena
mengikuti hadist nabi tentang pengutamaan perempuan, entah mereka risih dengan
perempuan di dekat mereka, atau juga untuk menghindari hal-hal yang tak
dinginkan. Yang pasti dalam beberapa urusan perempuan lebih diutamakan. Termasuk
dalam urusan mengantri.
Konon saat orang
arab bertengkar dalam suatu urusan, dan menemui jalan buntu. Biasanya mereka
memanggil perempuan yang dituakan diantara keluarga mereka. Apapun yang
diputuskan oleh perempuan yang dituakan tadi akan diikuti oleh semua pihak yang
bersengketa. Untuk urusan ini aku tidak tahu kebenaranya pasti. Aku hanya
mendengar dari ust. Andi. Namun apapun yang terjadi, setidaknya peran atau
perlakuan terhadap perempuan di arab mengalami kemajuan yang pesat jika
dibandingkan dengan masa sebelum Rosululloh datang. Masih ingat bukan, kisah
saat Umar Ibn Khattab mengubur hidup-hidup anak perempuannya?
18. Perempuan di arab dilarang menyetir
kendaraan. Memang urusan ini terdengar agak bertentangan dengan point yang
sebelumnya. Isu perempuan menyetir juga sudah menjadi persoalan yang meluas di
negara-negara arab kususnya. Umumnya di dunia, berkaitan dengan persoalan
hak-hak atas perempuan. Tentang hak-hak feminisme.
Dalam hal ini,
aku ingin berprasangka baik saja. Masarakat di arab dalam banyak sisi memang
mengurangi banyak peran perempuan dalam urusan publik. Saat bepergian perempuan –di- arab juga harus
ditemani oleh muhrim pria. (kalau yang ini sudah pernah saya jelaskan di
tulisan sebelumnya, dan itu bagian dari kebiasaan di sana). Termasuk dalam
urusan larangan menyetir.
Betapapun tanah
harom adalah tanah yang dijamin keamanannya. Akan tetapi bila melihat jalanan
di arab pada umunya, aku lebih sependapat dengan pendapat bahwa memang perempuan
di sana –menurut saya juga- tidak disarankan bepergian sendirian,atau menyetir
sendiri. Kalau di indonesia kan beda, sampai ada lagunya.
“kiri kanan
kulihat saja, banyak pohon cemara” dan seterusnya.
Hla di sana...
“kiri kanan
kulihat saja, hanya pasir dan gunung batu saja”
Sangat kontras. Tak
ada warung, rumah-rumah penduduk disepanjang jalan seperti di indonesia. Pom bensin
hanya ada di rest area,yang jarak antara rest area satu dan yang lain mencapai
puluhan kilo meter. Bandingkan dengan di indonesia. Tiap seuluh kilo ada satu. Selama
perjalanan dari mekah ke madinah sepanjang hampir 400 km, hanya ada 4 atau 5
rest area saja, selebihnya ya padang pasir, gunung batu dan kerikil. Berarti
tiap seratusan kilo meter, seperti jarak jogja-purworejo. Bayangkan kalo
tiba-tiba mobil mogok. Perempuan, sendirian, di padang pasir. Mau minta tolong
sama siapa?
Jadi mohon
dipahami saja urusan ini, sebagai tindakan pencegahan terhadap hal-hal yang tak
diinginkan.
19. Orang arab suka berdebat. Dulu, waktu
kuliah, sedikit banyak aku kenal dengan orang-orang arab –keturunan- yang di jogja. Termasuk yang empunya asrama. Aku
sempat tinggal satu atap dengan mereka untuk bebepa hari saat menjadi relawan –gadungan-
gempa jogja dan klaten. Tentu saja kebersamaan itu memberikanku banyak
informasi. Saat mereka berbincang, bisa memakan waktu ayng amat lama. Macam anak-anak
filsafat yang mbulet ngobrolin semua hal. Bisa dari pagi ketemu pagi lagi. Berikut
lengkap dengan bumbu gontok-gontokannya. Ya ngototnya, ya rasa ndak mau
ngalahnya. Komplet jadi satu. Yang tak terlupakan adalah saad Al katiri,
kuceritakan nanti. Belakangan saat saya
konfirmasi,mereka lebih senang disebut hadromi, keturunan yaman (Kalau salah
mohon dikoreksi, trims sebelumnya). Sedikit banyak aku mulai tau penyebabnya, kuceritakan
di tulisan yang berbeda nanti juga. Mereka umumnya senang berbincang. Atau bagi
saya masarakat jawa yang relatif lemah lembut –GR.com-, jika dibandingkan
dengan watak keras orang arab. kebiasaan berbincang mereka lebih mirip
perdebatan. Perdebatan mereka pun akhirnya lebih mirip pertengkaran.
Setidaknya aku
menjumpai beberapa pertengkaran selama disana. Pertama adalah perdebatan di
hotel, aku tak tahu persoalannya apa. Sepertinya berkatian dengan pembayaran
logistik hotel dan lain sebagainya. Kedua adalah perdebatan saat subuh di depan
ka,bah. Seorang jamaah memaksa memaksa mencium hajar aswad, sedangkan sebentar
lagi iqomat. Padahal shaf sudah penuh. Oh ya, kami juga berbut, berdesakan demi
mendapatkan shaf terdepan saat sholat. Inginnya sedekat mungkin dengan Ka’bah.
Setelah komat, berarti semua aktifitas terhenti. Berarti tak boleh seorangpun
mengganggu. Kecuali sholat. Pertengkaran semakin rame, jamaah dan askar, sudah
saling memiting. Saling mencengkeram krah baju. Si askar merasa frustasi
setelah jamaah tersebut menolak diingatkan. Ditambah lagi para jamaah –yang menurut
saya- sangat tidak sopan menembakan lampu blitz ke arah ka’bah dari jarak yang
amat dekat. Jadilah perdebatan itu semakin seru. Hampir saja terjadi
perkelahian pagi itu. Setelah beberapa askar ikut turun tangan, jamaah itu
akhirnya pergi, dengan masih ngomel sendiri. Dan masih ada beberapa
pertengkaran lainnya.
20. Orang - di- arab suka tidur pagi.
Jikalau engkau juga ada
di sana. Mungkin juga akan melakukan hal yang sama. Udara bulan-bulan terasa
lebih panas di arab maklum, puncak musim panas, bahkan di pagi hari sekalipun. Kenyamanan
di dalam rumah yang dingin ber- AC, akan membuat banyak orang memilih tinggal
di rumah dari pada bepergian. Apalagi di bulan romadlon yang panas seperti ini.
Terakhir temperatur di sana antara 39 s.d 43 derajat celcius. Di samping panas,
waktu berpuasa juga relatif lebih lama. Subuh berkumandang pukul 04.00 pagi
hari sedangkan adzan maghrib baru berkumandang sekitar pukul 07.30 malam.
Konon, orang-orang yang bandel memilih tidur di rumah seharian, dan baru bangun
sekitar waktu asar. Jam empat sorelah kira-kira. Trus kerjanya kapan? Orang arab lebih banyak
melakukan aktivitas di malam hari, selepas isya menunggu udara relatif lebih
dingin. Meski tetap saja, malam pun berasa di depan api unggun. Akhirnya,
menurut pendapat banyak orang, orang arab relatif gampang penyakitan di masa
tua, tentu saja penyakit dikarenakan banyak makan dan banyak tidur, serta
penyakit karena selalu berada di ruang dingin ber-AC.
21. Orang arab
lebih tau puncak dari pada bali. Konon kata orang-orang bule, mereka lebih
tau bali dari pada indonesia sendiri. Mereka sering bertanya, bali itu mananya
indonesia sih? Dan lain sebagainya. Lain hal dengan orang-orang di arab. Kalo ini
sumbernya dari ust. Andi lho. Orang-orang di arab mengenal indonesia ya karena
di indonesia ada Puncak. Katanya puncak itu kaya sorga. (Umumnya, orang-orang
di arab mengagumi indonesia, selain ceweknya yang cakep-cakep ya kesuburan
tanah indonesia). Bagi orang arab, boleh jadi Indonesia adalah representasi
sorga bagi pikiran mereka, dianugerahi kesuburan, tanah yang hijau beserta
tumbuhan dan buah-buahan yang beraneka ragam. Sungai-sungai yang mengalir di
mana-mana. Serta hujan yang –relatif- turun sepanjang tahun. Coba bandingkan
dengan di arab?
Yang masih perlu
di konfirmasi lagi adalah masalah Vila di puncak. Konon mereka –orang-orang
arab yang nakal, yang suka “jajan”- menikmati betul jamuan villa indonesia. Ya makanannya,
ya jamuan spesial yang lain. Akhirnya, akal-akalan nikah sirri dan lain
sebagainya. Kalau yang ini hanya aku tau dari tivi, selebihnya cerita dari
ustadz Andi.
Dulu pernah saya
punya seorang ustadz yang keturunan timur tengah, saat perjalanan dari jogja ke
solo. Sang ustadz memilih melepas jas hujan dari pada memakainya. Ia ingin
menikmati hujan. Malah berkelakar, doi yan gorang mesir ini bilang. Kalo di
mesir banyak petir kaya di indonesia, mungkin dulu fir’aun takut sama petir dan
urung mengaku menjadi tuhan.