Kamis pagi yang dingin. Entah sudah berapa lama alarm jam di berdering.
Alunan murottal di masjid sebelah sudah
berakhir. Berganti adzan subuh. Gontai aku bangun. Meregangkan otot sebentar.
Kemudian mengambil air wudlu. Sholat subuh.
Sudah cukup lama aku tinggal di karawang. Konsekwensi
pekerjaan, mengharuskan kerelaan untuk berpindah-pindah tempat tinggal. Ada
susahnya, tentu juga ada senangnya kawan. Warna warni. Selalu begitu. Puncaknya, beberapa
minggu ini. Benar-benar minggu-minggu yang sangat
melelahkan. Jakarta-karawang-Semarang-gombong-jakarta-Semarang-Jogjakarta-Karawang-jakarta.
Super melelahkan.
Semoga Alloh selalu menjagaku dalam kebaikan dan
kesehatan, menjauhkanku dari segala mara bahaya.
Selepas sholat aku melirik kalender di dinding.
Ah.. sudah bertambah satu tahun lagi.” Gumamku.
Yah... hari ini bertambah satu tahun. Satu tahun bertambah lagi
sejak ribuan tahun lalu. Sejak
rosululloh berhijrah. Berpindah dari mekah ke madinah. Berpindah dari
mekkah yang penuh kenangan ke madinah yang penuh harapan. Harapan tentang
kemungkinan da’wah yang lebih baik.
Disadari atau tidak, sebenarnya tiap-tiap dari kita juga sedang berhijrah.
Berhijarah dalam ruang dan waktu yang berbeda.
Dari detik ke detik berikutnya. Dari tempat yang satu ke tempat
berikutnya. Bayi, kecil, dewasa, kemudian menjadi tua. Dari Jakarta-karawang-Semarang-gombong-jakarta-Semarang-Jogjakarta-Karawang-jakarta. Hijrahku beberapa hari ini.
Tahun baru ditandai dengan tanggal satu. Ditandai dengan tanggal
merah. Berarti kerjaan juga libur.
Waktunya rehat. Istirahat. Waktunya bekam.
*******************************************************************************
Rahmat sudah sejak tadi nongkrong di depan pintu. Lama dia menunggu
pintu dibuka.
Bukankah ini masih jam 8 pagi. Semangat sekali dia.
Aku buru-buru mandi. Sebel sekali mendengarnya ngomel-ngomel.
Selepas sarapan kami pun berangkat. Meluncur ke cibitung tempat imam
tinggal. Kira-kira butuh sekitar tiga perempat jaman berkendara dengan motor.
Kalo jalanan lancar bisa cepat sampai, namun kalau macet dapat bonus setengah
jam.
Akhirnya kami sampai ke rumah
imam. Imam
sedang menangani seorang pasien. Sibuk sekali. Mondar-mandir sana-sini. Imam menemui kami –masih-dengan
dahi berkeringat. Ia menyalamiku. Menyalami adikku.
Mempersilahkan kami duduk. Kemudian masuk kembali ke dalam. Ke ruangan praktek.
Selesai mengobati, imam menemui –lagi- kami berdua. Kemudian mengambil sebatang
rokok dan menyulutnya. “Dalam” dia menghisap rokok. Mungkin bagi –mereka- para “ahli hisab” (perokok –red). Rokok adalah obat mujarab selepas berlelah-lelah. Makan takkan kenyang sebelum ditutup dengan merokok.
“Buku baru mana boz?” imam memulai pembicaraan. Nampak menikmati
filternya.
“Belum ada om, baru sabtu ini ada pameran”
“InsyAlloh aku carikan deh...”
Imam memang jebolan pesantren. Tapi semangat belajarnya ndak pernah
kendur. Ia selalu ingin tau. Selalu haus akan info terbaru tentang dunia
herbal. Coba saja dia mau belajar internet. Mungkin akan lebih tau banyak lagi.
Paling tidak pamornya akan naik. Lebih mentereng gitu.
Asyik kami mengobrol, mb Nur
–istri imam- datang. Biasa, namanya ibu-ibu kan hobinya ngumpul. Share
informasi. Update kabar terbaru. Ia nampak sumringah, riang seperti biasanya.
Menyapa kami berdua. Sibuk bercerita dengan imam, melaporkan kejadian barusan. Update status
bersama ibu-ibu tetangga perumahan.
Sembari bercerita, mb Nur menggoyang-goyangkan badannya ke kanan dan
ke kiri. Seorang bayi lucu terlelap di gendongan. Nyaman dipelukan mb Nur.
Ternyata bukan fahri. Jagoan imam.
Memang betul kawan, fahri telah meninggalkan kami semua. Beberapa waktu yang lalu, selepas kunjungan kami di hari
sabtu, Fahri
mendadak menolak makan dan minum. Semua dimuntahkan. Badannya panas tinggi. Kejang sepanjang
sore hari.
Inginnya imam bisa bersama fahri lebih lama. Namun kehendak Alloh
berbeda. Rupanya, Alloh menyayangi fahri.
Ia memanggil fahri lebih dulu.
Mengambil kembali titipan yang telah dijaga dengan amat baik oleh imam sekeluarga. Dan amanah itu dijaga
imam dan mb Nur dengan sempurna. Tanpa penyesalan, tanpa keluhan, tanpa
kemarahan. Yang ada hanya kelegaan. Hanya keikhlasan.
Dari cerita Imam, beberapa
saat setelah dibawa kerumah sakit, fahri menghembuskan nafas terakhir. Cairan
dari otak fahri mengalir deras. Tak cukup ditampung dilambung. Meluap. Kemudian mengisi
rongga paru-paru. Kemudian menghambat pernafasannya. Setelah hampir tiga tahun
perjuangan yang berat, Fahri akhirnya berpulang ke haribaan-Nya. Jika itu yang
terbaik untuknya, maka sudah seharusnya diikhlaskan saja.
*********************************************************************************
“Bos, sepertinya memang lagi
banyak kerjaan ya?” imam asik memompa alat bekam.
“Iya ini, muter-muter terus... “
“Wis koyo gangsing lah om” aku menyeringai. Sedotan di leher terasa
amat sakit. Ngilu.
“Itu tadi anake masku,” Imam menyelesaikan sedotan terakhir. Tinggal
ditusuk jarum.
Aku menyeringai. Pegal di seluruh punggung.
“Saya bawa ke sini saja. Mesaaken,
anake masku banyak.”
“Saya bawa ke sini saja, ngge
konco bojoku”
“Nggo anget-anget umah
kene..”
Imam diam. Ada kelegaan di
sana. Semua berjalan apa adanya. Sederhana.
Sesederhana hati imam.
Aku diam. Eh nyengir ding... Sakit.
Hanya suara “cekrik-cekrik” yang terdengar.
“Mahasuci Alloh yang menciptakan makhluk sekehendak-Nya.”
“Mahasuci Alloh yang mengambil kembali amanat sesuka-Nya.”
“Kita ini ndak pernah minta dilahirkan dari orang tua yang mana pun
om..”
“Keponakanmu pun begitu om, ia tak pernah tau dari rahim manakah ia
akan dilahirkan, dan siapakah yang akan merawat dan membesarkan”
“Sekarang ia menjadi amanat
untuk panjenengan om, harus dijaga baik-baik.”
“Harus diperlakukan sama seperti dahulu om sekeluarga merawat fahri”
Aku tak bisa melihat imam mengangguk. Aku yakin
imam jauh lebih paham dalam urusan seperti ini.
Sunyi lagi....
Kawan...
Urusan kehidupan memang –seharusnya- sederhana. Kitalah yang membuatnya rumit. Kitalah
yang membuatnya bagai benang kusut. Ruwet
tak karuan. Tidak ada yang benar-benar begitu sulit. Jika kita menggunakan
pikiran yang jernih dan senantiasa berhati tulus dan bersih, maka segala akan
terlihat terang benderang.
Bukankah Alloh, Tuhan Yang Maha Kuasa takkan
pernah membebankan sesuatu apapun melebihi kemampuan kita? Jikalau sesuatu
terasa lebih sulit, Itu semata-mata karena Alloh menyayangi kita. Karena Alloh
ingin menguji kita, untuk kemudian menjadikan kita manusia yang lebih baik
lagi.
Bagi yang Alloh karuniai anak dari rahimnya
sendiri, maka berbahagialah. Kemudian teruslah bersyukur, dan jangan sekalipun
terlena. Didik dan besarkan dengan segenap jiwa. Sebagai ujian atas besarnya
keimanan kita sekaligus Sebagai amanah dari Yang Maha Kuasa, yang harus selalu
dijaga, yang suatu saat harus dipertanggung jawabkan di hadapan pemilik-Nya,
Alloh Subhanahu wata’ala.
Untuk yang belum dikaruniahi Alloh, tak perlulah bersedih hati.
Teruslah berikhtiar. Teruslah bersabar. Segala sesuatu ada waktunya
masing-masing. Karena Alloh hanya memberikan amanah kepada orang-orang yang
dipercayai-Nya. Kalau meminjam istilah anak muda, biarkan segalanya terasa indah pada waktunya. Maka selama menunggu, teruslah berprasangka baik, teruslah berbuat baik.
Sejatinya, Semua makhluk
di dunia ini adalah kepunyaan Alloh. Ciptaan Alloh. Memiliki anak ataukah tidak. Anak angkat ataukah
anak kandung. Semestinya sama. Bersikaplah seperlunya saja, tak perlulah
berlebihan. Tak perlulah terlalu dipermasalahkan. Apalagi saling menyalahkan. Sedikitpun,
kita tidak pernah tahu apa yang Alloh skenariokan tentang hidup kita.
Maka, Anak-anak yang –sudah- dalam penjagaan kita, baik yang dilahirkan oleh
istri kita, ataukah orang lain, adalah amanah dari Alloh Subhanahu wata’ala.
Haruslah dijaga sebaik-baiknya. Tak boleh dibeda-bedakan.
Bukankah, niatan hidup kita adalah berbahagia? Dan
kebahagiaan itu, bukankah kita sendiri yang paling tau rasanya? Maka mengapakah
kita masih membutuhkan persetujuan oranglain untuk berbahagia?
Jika niat kita baik, cara-cara yang kita pergunakan benar,
insyAlloh, Alloh akan memberikan kebaikan kepada kita. Mengaruniakan kebahagiaan hidup.
Menganugerahkan kesejahteraan kehidupan di dunia dan di akhirat.
Saat Alloh
mengabulkan doamu, Ia sedang menguji imanmu....
Saat
Alloh tidak belum mengabulkan doamu, Ia meminta kesabaranmu...
Saat
Alloh mengabulkan yang bukan doamu, (yakinlah) Ia telah menganugerahkan yang
terbaik untukmu..