Minggu, 18 November 2012

Dilema Imam : Bekam ke-4


Kamis pagi yang dingin. Entah sudah berapa lama alarm jam di berdering. Alunan murottal di masjid sebelah  sudah berakhir. Berganti adzan subuh. Gontai aku bangun. Meregangkan otot sebentar. Kemudian mengambil air wudlu. Sholat subuh. 
Sudah cukup lama aku tinggal di karawang. Konsekwensi  pekerjaan, mengharuskan kerelaan untuk berpindah-pindah tempat tinggal. Ada susahnya, tentu juga ada senangnya kawan. Warna warni. Selalu begitu. Puncaknya, beberapa minggu ini.  Benar-benar minggu-minggu yang sangat melelahkan. Jakarta-karawang-Semarang-gombong-jakarta-Semarang-Jogjakarta-Karawang-jakarta. Super melelahkan.
Semoga Alloh selalu menjagaku dalam kebaikan dan kesehatan, menjauhkanku dari segala mara bahaya.
Selepas sholat aku melirik kalender di dinding.
Ah.. sudah bertambah satu tahun lagi.” Gumamku.
Yah... hari ini bertambah satu tahun. Satu tahun bertambah lagi sejak ribuan tahun lalu. Sejak  rosululloh berhijrah. Berpindah dari mekah ke madinah. Berpindah dari mekkah yang penuh kenangan ke madinah yang penuh harapan. Harapan tentang kemungkinan da’wah yang lebih baik.
Disadari atau tidak, sebenarnya tiap-tiap dari kita juga sedang berhijrah. Berhijarah dalam ruang dan waktu yang berbeda.  Dari detik ke detik berikutnya. Dari tempat yang satu ke tempat berikutnya. Bayi, kecil, dewasa, kemudian menjadi tua. Dari Jakarta-karawang-Semarang-gombong-jakarta-Semarang-Jogjakarta-Karawang-jakarta. Hijrahku beberapa hari ini.
Tahun baru ditandai dengan tanggal satu. Ditandai dengan tanggal merah. Berarti kerjaan juga libur.
 Waktunya rehat. Istirahat. Waktunya bekam.

*******************************************************************************

Rahmat sudah sejak tadi nongkrong di depan pintu. Lama dia menunggu pintu dibuka.
Bukankah ini masih jam 8 pagi. Semangat sekali dia.
Aku buru-buru mandi. Sebel sekali mendengarnya ngomel-ngomel.
Selepas sarapan kami pun berangkat. Meluncur ke cibitung tempat imam tinggal. Kira-kira butuh sekitar tiga perempat jaman berkendara dengan motor. Kalo jalanan lancar bisa cepat sampai, namun kalau macet dapat bonus setengah jam.
Akhirnya kami sampai  ke rumah imam. Imam sedang menangani seorang pasien. Sibuk sekali. Mondar-mandir sana-sini.  Imam menemui kami –masih-dengan dahi berkeringat. Ia menyalamiku. Menyalami adikku. Mempersilahkan kami duduk. Kemudian masuk kembali ke dalam. Ke ruangan praktek.
Selesai mengobati, imam menemui –lagi- kami berdua. Kemudian mengambil sebatang rokok dan menyulutnya. Dalam dia menghisap rokok. Mungkin bagi –mereka- para “ahli hisab” (perokok –red). Rokok adalah obat mujarab selepas berlelah-lelah. Makan takkan kenyang sebelum ditutup dengan merokok.
“Buku baru mana boz?” imam memulai pembicaraan. Nampak menikmati filternya.
“Belum ada om, baru sabtu ini ada pameran”
“InsyAlloh aku carikan deh...”
Imam memang jebolan pesantren. Tapi semangat belajarnya ndak pernah kendur. Ia selalu ingin tau. Selalu haus akan info terbaru tentang dunia herbal. Coba saja dia mau belajar internet. Mungkin akan lebih tau banyak lagi. Paling tidak pamornya akan naik. Lebih mentereng gitu.
 Asyik kami mengobrol, mb Nur –istri imam- datang. Biasa, namanya ibu-ibu kan hobinya ngumpul. Share informasi. Update kabar terbaru. Ia nampak sumringah, riang seperti biasanya. Menyapa kami berdua. Sibuk bercerita dengan imam, melaporkan kejadian barusan. Update status bersama ibu-ibu tetangga perumahan.
Sembari bercerita, mb Nur menggoyang-goyangkan badannya ke kanan dan ke kiri. Seorang bayi lucu terlelap di gendongan. Nyaman dipelukan mb Nur. Ternyata bukan fahri. Jagoan imam.
Memang betul kawan, fahri telah meninggalkan  kami semua. Beberapa waktu yang lalu, selepas kunjungan kami di hari sabtu, Fahri mendadak menolak makan dan minum. Semua dimuntahkan. Badannya panas tinggi. Kejang sepanjang sore hari.
Inginnya imam bisa bersama fahri lebih lama. Namun kehendak Alloh berbeda. Rupanya, Alloh menyayangi fahri.   Ia memanggil fahri lebih dulu. Mengambil kembali titipan yang telah dijaga dengan amat baik oleh imam sekeluarga. Dan amanah itu dijaga imam dan mb Nur dengan sempurna. Tanpa penyesalan, tanpa keluhan, tanpa kemarahan. Yang ada hanya kelegaan. Hanya keikhlasan.
Dari cerita Imam, beberapa saat setelah dibawa kerumah sakit, fahri menghembuskan nafas terakhir. Cairan dari otak fahri mengalir deras. Tak cukup ditampung dilambung. Meluap. Kemudian mengisi rongga paru-paru. Kemudian menghambat pernafasannya. Setelah hampir tiga tahun perjuangan yang berat, Fahri akhirnya berpulang ke haribaan-Nya. Jika itu yang terbaik untuknya, maka sudah seharusnya diikhlaskan saja.

*********************************************************************************

“Bos, sepertinya memang lagi banyak kerjaan ya?” imam asik memompa alat bekam.
“Iya ini, muter-muter terus... “
“Wis koyo gangsing lah om” aku menyeringai. Sedotan di leher terasa amat sakit. Ngilu.
“Itu tadi anake masku,” Imam menyelesaikan sedotan terakhir. Tinggal ditusuk jarum.
Aku menyeringai. Pegal di seluruh punggung.
“Saya bawa ke sini saja. Mesaaken, anake masku banyak.
“Saya bawa ke sini saja, ngge konco bojoku
“Nggo anget-anget umah kene..”
Imam diam. Ada kelegaan di sana.  Semua berjalan apa adanya. Sederhana. Sesederhana  hati imam.   
Aku diam. Eh nyengir ding... Sakit.  
Hanya suara “cekrik-cekrik” yang terdengar.
“Mahasuci Alloh yang menciptakan makhluk sekehendak-Nya.”
“Mahasuci Alloh yang mengambil kembali amanat sesuka-Nya.”
“Kita ini ndak pernah minta dilahirkan dari orang tua yang mana pun om..”
“Keponakanmu pun begitu om, ia tak pernah tau dari rahim manakah ia akan dilahirkan, dan siapakah yang akan merawat dan membesarkan”
 “Sekarang ia menjadi amanat untuk panjenengan om, harus dijaga baik-baik.”
“Harus diperlakukan sama seperti dahulu om sekeluarga merawat fahri”
Aku tak bisa melihat imam mengangguk. Aku yakin imam jauh lebih paham dalam urusan seperti ini.
Sunyi lagi....
Kawan...
Urusan kehidupan memang –seharusnya-  sederhana. Kitalah yang membuatnya rumit. Kitalah yang membuatnya bagai benang kusut.  Ruwet tak karuan. Tidak ada yang benar-benar begitu sulit. Jika kita menggunakan pikiran yang jernih dan senantiasa berhati tulus dan bersih, maka segala akan terlihat terang benderang.
Bukankah Alloh, Tuhan Yang Maha Kuasa takkan pernah membebankan sesuatu apapun melebihi kemampuan kita? Jikalau sesuatu terasa lebih sulit, Itu semata-mata karena Alloh menyayangi kita. Karena Alloh ingin menguji kita, untuk kemudian menjadikan kita manusia yang lebih baik lagi.     
Bagi yang Alloh karuniai anak dari rahimnya sendiri, maka berbahagialah. Kemudian teruslah bersyukur, dan jangan sekalipun terlena. Didik dan besarkan dengan segenap jiwa. Sebagai ujian atas besarnya keimanan kita sekaligus Sebagai amanah dari Yang Maha Kuasa, yang harus selalu dijaga, yang suatu saat harus dipertanggung jawabkan di hadapan pemilik-Nya, Alloh Subhanahu wata’ala.
Untuk yang belum dikaruniahi Alloh, tak perlulah bersedih hati. Teruslah berikhtiar. Teruslah bersabar. Segala sesuatu ada waktunya masing-masing. Karena Alloh hanya memberikan amanah kepada orang-orang yang dipercayai-Nya. Kalau meminjam istilah anak muda, biarkan segalanya terasa indah pada waktunya.  Maka selama menunggu, teruslah berprasangka baik, teruslah berbuat baik.
Sejatinya, Semua makhluk di dunia ini adalah kepunyaan Alloh. Ciptaan Alloh.  Memiliki anak ataukah tidak. Anak angkat ataukah anak kandung. Semestinya sama. Bersikaplah seperlunya saja, tak perlulah berlebihan. Tak perlulah terlalu dipermasalahkan. Apalagi saling menyalahkan. Sedikitpun, kita tidak pernah tahu apa yang Alloh skenariokan tentang hidup kita.   
Maka, Anak-anak yang –sudah- dalam penjagaan kita, baik yang dilahirkan oleh istri kita, ataukah orang lain, adalah amanah dari Alloh Subhanahu wata’ala. Haruslah dijaga sebaik-baiknya. Tak boleh dibeda-bedakan.
Bukankah, niatan hidup kita adalah berbahagia? Dan kebahagiaan itu, bukankah kita sendiri yang paling tau rasanya? Maka mengapakah kita masih membutuhkan persetujuan oranglain untuk berbahagia?
 Jika niat kita baik, cara-cara yang kita pergunakan benar, insyAlloh, Alloh akan memberikan kebaikan kepada kita. Mengaruniakan kebahagiaan hidup. Menganugerahkan kesejahteraan kehidupan di dunia dan di akhirat.

Saat Alloh mengabulkan doamu, Ia sedang menguji imanmu....
Saat Alloh tidak belum mengabulkan doamu, Ia meminta kesabaranmu...
Saat Alloh mengabulkan yang bukan doamu, (yakinlah) Ia telah menganugerahkan yang terbaik untukmu..